Contoh Khutbah Jum'at : Isro' Mi'roj

Jama’ah Sholat Jum’at yang dirahmati Allah
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah yang telah memberikan kesehatan dan keimanan kepada kita semua, sehingga dihari yang mubarokah ini kita masih dapat berkumpul di masjid yang mulia ini untuk bersama melaksanakan kewajiban kita yaitu sholat jum’at berjama’ah.
Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad. SAW beserta keluarganya, sanak saudara dan pengikut- pengikut beliau yang setia yang telah membawa berita- berita gembira tentang Agama Islam yang kita imani. Sehingga sampai kepada kita setelah menempuh perjalanan jauh dari zaman ke zaman. Terombang- ambing oleh gejolak pemahaman yang menentang. Sepatutnya kita merasa gembira dan bangga telah diberikan hidayah untuk menjadi ummat nabi Muhammad. SAW. Semoga kita semua mendapat syafaat beliau di hari akhir. Amiin...
Sebelumnya ijinkan khatib berwasiat kepada diri sendiri khususnya dan pada para jama’ah, Marilah kita bersama-sama meningkatkan kadar keimanan dan keislaman kita kepada Allah swt, sebagai bukti ketaqwaan kita kepada-Nya. Apabila Iman adalah urusan hati dan tempat bersemayamnya semangat ketuhanan yang bersifat abstrak, maka Islam adalah aplikasi dari keimanan tersebut yang nyata dan bersifat realistis yang telah diajarkan oleh Rasulullah melalui syari’at  Islam.
Jika iman diibaratkan seperti panas yang menyengat, maka Islam adalah api yang berkobar. Islam tanpa iman bagaikan api tanpa panas. Yang hanya bisa menakutkan tapi tidak mampu membakar. Begitu juga sebaliknya, jika iman tanpa Islam sepeti panas tanpa api yang tidak berfungsi.
Dengan kata lain menjalankan segala perintah syariat Islam yang merupakan panji-panji kebesaran Islam adalah hal yang penting, namun jangan sampai melupakan kualitas iman yang ada dalam hati. Shalat jum’at, shalat jama’ah, haji, zakat adalah wajib dan harus dilaksanakan karena itu membuktikan kepada dunia akan kebesaran Islam. Namun pengayaan materi keimanan haruslah selalu di adakan, karena hal itu merupakan gizi bagi kesehatan mental Islam.
Karena itulah, meningkatkan ketaqwaan merupakan sebuah upaya meningkatkan dan menyeimbangkan kondisi iman dan Islam kita. Menyeimbangkan antara prilaku syari’at dengan prilaku hakekat (keimanan dalam hati). Sehingga terciptalah cita-cita al-islamu ya’lu wa la yu’la ‘alaihi.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Waktu terus berlalu, sampai tiba saatnya Bulan Rajab datang. Bulan Rajab adalah satu-satunya bulan yang bersejarah bagi Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam sehingga dalam salah satu haditsnya beliau pernah bersabda bahwa Rajab adalah bulanku, Sya’ban adalah bulan Tuhanku dan Ramadhan adalah bulan umatku. Begitu berharganya bulan Rajab bagi Rasullullah Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam, sehingga ia membanggakan Rajab dan memposisikannya denga bulan Sya’ban dan Ramadhan.
Wajar saja karena pada bulan inilah beliau merasakan kesedihan yang amat sangat sepeninggal istri dan pamannya, sehingga para sejarawan menyebutnya ‘ammul huzn‘ (Tahun Kesedihan/tahun dukacita). Kemudian Allah swt menghibur Rasulullah dengan bepergian dan bertamasya mengarungi keindahan dunia lahir dan mencicipi kenikmatan dunia bathin.  Inilah perjalanan isra’ dan mi’roj.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Seperti yang telah maklum dimengerti bahwa diantara buah tangan Rasulullah SAW terpenting dari isro’ mi’roj adalah sholat lima waktu setiap hari. Konon lima kali ini merupakan bilangan terakhir yang diajukan oleh Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam kepada Allah swt, setelah sebelumnya Allah swt memerintahkan untuk sholat lima puluh kali.  Memang benar, kini kita baru merasakan betapa beratnya menjaga lima waktu setiap hari.
Padahal kita tahu bahwa shalat yang lima ini menjadi tolak ukur ibadah seseorang. Hadits Riwayat at-Thabrani menjelaskan:





Amal pertama kali akan dihisab untuk seorang hamba di hari kiamat nanti adalah shalat. Maka apabila Shalatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya. Dan jika sholatnya buruk, rusaklah semua amalnya. (HR. Thabrani).
Bagaimana jika benar dan Rosulullah menerima sholat dengan 50 waktu. Bisa kita bayangkan akan dosa yang kita lakukan setiap hari karena meninggalkan sholat. 5 waktu saja rasanya berat bagi sebagian orang untuk melaksanakan. Susah rasanya untuk menepati sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Bagaimana mungkin kita mengerjakan sholat yang 50 waktu sementara yang 5 waktu saja kita masih lalai.
Lantas apakah maksud kata kata ‘shalaha’ dalam hadits di atas? Shalat yang baik bagaimana yang dapat menarik segala amal menjadi baik?  Apakah shalat yang sekedar menggugurkan kewajiban lima waktu? Tentunya ada standard tertentu yang menjadikan sholat kita sebagai kunci segala amal ibadah, yaitu sholat yang seperti diajarkan oleh Rasulullah, seperti yang pernah dihimbaukan olehnya;
صلوا كما رأيتموني أصلي
Sholatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat sholatku.
Artinya sholat yang baik itu adalah sholat yang memenuhi syarat sah, syarat wajib dan rukun sholat sebagaimana diwariskan Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam secara turun temurun dari para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, hingga para mujtahid fiqih, para ulama dan guru-guru kita.

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Selain syarat fisik tersebut yang menjadikan syahnya shalat secara formal, juga perlu diperhatikan unsur informal yang juga menjadi ukuran kualitas shalat seseorang yaitu suasana hati yang khusu’. Karena seseungguhnya kekhusu’an itu berbuahkan kebahagiaan. Seperti janji Allah dalam dalam surah al-Mu’minun 1-2
ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ   tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEŸx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ   
Sungguh berbahagia orang mukmin, yaitu mereka yang khusu’ dalam sholatnya.
Ungkapan kekhusu’an sholat ini sebenarnya telah diajarkan oleh para faqih semenjak kita takbiratul Ihram ketika membaca do’a iftitah
 إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Sesungguhnya Shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya karena Allah Tuhan Semesta Alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan karena itulah aku diperintahkan dan aku termasuk orang yang berserah diri.
Begitu pentingnya kekhusyu’an karena, khusyu’ dalam sholat akan mengantarkan kita meraih subtansi, sehingga sholat kita lebih bermakna dan tidak sekedar menggugurkan kewajiban saja. Jika demikian adanya ketika kita telah berhasil shalat dengan khusu’ maka secara otomatis shalat kita akan beerfungsi sebagai filter diri atas berbagai tindakan kita.
Inilah inti dari peristiwa Isro’ dan Mi’raj nabi Muhammad SAW. Pelaksanaan sholat yang berorentasi pada kesempurnaan iman dan islam dengan pelantara kekhusyuan yang mendalam. Sholat yang pada dasarnya adalah ibadah badaniyah namun hanya orang yang memiliki kwalitas iman yang tinggi yang sanggup melaksanakannya dengan sepenuh hati dan keikhlasan. Walaupun bilangannya hanya 5 waktu dan bukan 50 waktu, namun jika tidak memiliki iman yang kuat dalam hati, maka sulit sekali untuk bisa menjalankannya.

Semoga kita semua termasuk dalam hamba Allah yang kuat imannya dan mampu melaksanakan segala kewajiban kita sehingga kita dapat berkumpul bersama dalam satu kesatuan di surga... amiin ya robbal ‘alamiin...

Comments

Popular posts from this blog

Contoh MC Acara Haflah

Khutbah Surat Al- Ikhlas

Contoh Undangan Sholat Janazah